Saudara/i yang Terkasih Dalam Yesus Kristus,
Melihat orang-orang di sekitar kita melakukan dosa, pastilah kita menegur dan bertindak keras agar orang tersebut bertobat. Tetapi "Apa yang dilakukan jika ternyata orang yang melakukan dosa/ kesalahan itu adalah anak/istri/suami kita sendiri?" Sebagai orang terdekat, sanggupkah kita menegur dan bertindak keras terhadap orang-orang terdekat kita itu? Menegur dan bertindak keras terhadap mereka yang telah melakukan dosa-kesalahan adalah tidak mudah, misalnya pada anak. Banyak orang tua saat ini sama dengan Imam Eli yang sekedar menegur tapi takut untuk bertindak keras kepada anak yang melakukan kesalahan. Sikap orang tua yang seperti itu akhirnya menjerumuskan anak untuk terus melakukan dosa/kesalahan.
Membela anak yang melakukan kesalahan bukanlah tindakan yang tepat, benar dan mendidik. Sebab tindakan membela yang dilakukan orang tua tersebut menunjukkan ketidaktegasan terhadap kesalahan anaknya. Tidak tegas terhadap kesalahan sama saja dengan sebuah tindakan setuju akan dosa yang dilakukan. Inilah yang terlihat dalam sikap Imam Eli.
Dalam pembacaan kita ini, Imam Eli adalah seorang Imam yang merupakan wakil Allah untuk menyatakan kebenaran terhadap umat, mampu bersikap tegas terhadap tindakan dosa umat-Nya. Tetapi di sini, Imam Eli diceritakan justru tidak mampu tegas terhadap dosa anaknya. Anak-anak Imam Eli telah melakukan kejahatan yaitu memakan persembahan korban sembelihan yang bukan hak mereka (ay 14-16) dan melakukan perzinahan di Kemah Suci. Mereka bukan sebagai teladan umat saja, tetapi juga malah membawa umat melakukan dosa. Imam Eli sebagai seorang Imam dan seorang ayah mengetahui bahwa anak-anaknya melakukan dosa, tetapi dia tetap tidak mampu bersikap tegas. la hanya sekedar menegur anaknya, tetapi tidak melakukan tindakan tegas untuk menghukum mereka (1 Sam 3:13). Padahal hukuman bagi orang berzinah adalah hukuman mati.
Dan dalam 1 Sam 3:11-14 Firman Tuhan yang disampaikan kepada Samuel untuk diteruskan kepada Imam Eli. Firman Tuhan yang disampaikan itu merupakan akibat dari sikap Imam Eli sendiri dalam menanggapi Firman Tuhan yang disampaikan kepadanya sebelumnya. Imam Eli mengetahui dosa yang diperbuat anaknya tetapi ia hanya menegur dan tidak memarahi, terlebih tidak menghukum kedua anaknya itu. Sikapnya itu mengakibatkan penghukuman bagi keluarganya sendiri. Sikap Imam Eli itu menunjukkan bahwa ia lebih takut kepada anaknya daripada kepada Tuhan.
Persekutuan yang terkasih dalam Kristus Yesus,
Bersikap tegas terhadap dosa/kesalahan menjadi tidak mudah ketika diperhadapkan dengan hubungan persahabatan/persaudaraan/ kekeluargaan. Ketidaktegasan terhadap dosa diakibatkan karena berusaha menjaga hubungan dengan sesama (keluarga, saudara, sahabat) tetapi tidak menjaga hubungan dengan Allah, sehingga kemudian muncul ungkapan "kita lebih takut dimusuhi manusia daripada dimusuhi Allah". Tindakan Imam Eli merupakan pilihan yang membawa kehancuran bagi hidup keluarganya.
Yang menjadi perenungan bagi kita semua adalah "Sudahkah kita menjadi teladan yang baik bagi anak-anak kita dan orang-orang di sekitar kehidupan kita (di gereja, masyarakat, keluarga)?" Setiap orang percaya dipanggil untuk merespon panggilan Tuhan secara total apapun resikonya. Sebab ketika kita tidak menjalankan panggilan kita dengan tidak sungguh-sungguh ataupun menolak panggilannya, hidup akan binasa. Mari kita ingat bahwa hidup bersama Allah berarti hidup sesuai firman-Nya apapun resikonya.
Mari kita menjadi orang percaya, orang tua yang berani bersikap tegas dalam menyatakan kebenaran di tengah-tengah kehidupan keluarga. Hidup adalah pilihan. Jika kita memilih berkat Tuhan melimpah di tengah kehidupan keluarga, maka tetaplah setia menjalankan panggilan Tuhan dan ikut kehendak-Nya. Jika tidak maka hukuman Tuhan akan menimpa keluarga kita. Mari kita ingat bahwa setiap dosa mendatangkan penghukuman karena Allah tidak berkompromi dengan dosa. Bersikaplah tegas terhadap dosa yang ada di dalam hidup kita dan di sekitar kita, terutama dalam keluarga kita. Tuhan menolong kita semua. Amin!
Posting Komentar